Senin, 17 Oktober 2022

Analisis Semiotik Teks Surat Permohonan Maaf dan Surat Pernyataan Ferdy Sambo (7) : Kesimpulan

 


G.    KESIMPULAN

 


Surat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah kertas yang bertulis atau secarik kertas sebagai tanda atau keterangan, sesuatu yang di tulis. Menurut Soejito dan Solchen, ditinjau dari isinya, surat merupakan jenis karangan (komposisi) paparan pengarang mengemukakan maksud dan tujuannya, menjelaskan apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Ditinjau dari wujud peraturannya, surat merupakan percakapan tertulis. Sementara ditinjau dari fungsinya, surat adalah alat sarana komunikasi tulis.

Surat pernyataan, termasuk surat permohonan maaf, merupakan penjelasan tertulis terkait situasi atau kondisi seseorang yang membuat seseorang melakukan sesuatu atau menyelesaikan tanggung jawab. Surat ini dibuat dengan maksud dan tujuan untuk memberikan keterangan tentang suatu hal penting dan berfungsi sebagai dokumen pendukung bagi penerima surat jika suatu saat terjadi pelangggaran/pengingkaran/tindakan yang tidak sesuai dengan isi atau kesepakatan dan kesanggupan yang tertuang dalam surat. Surat pernyataan yang bermaterai bisa menjadi alat bukti di pengadilan.

Dalam konteks ini, latar belakang pembuatan surat adalah rekayasa peristiwa pembunuhan Brigadir J yang terbongkar (kebohongan tentang kejahatan) dan pembuat surat adalah Ferdy Sambo, tersangka pembunuhannya (pelaku/otak pembunuhan).

Dengan demikian, surat permohonan maaf Ferdy Sambo seharusnya berisi tentang permohonan maaf kepada pihak korban, semua pihak yang dilibatkan, institusi yang dirugikan dan publik karena telah berbohong mengenai kejahatan yang dilakukan.

Kemudian surat pernyataannya seharusnya berisi pengakuan tentang kebohongan mengenai kejahatan yang dilakukan, penjelasan tentang bagaimana sebenarnya kejahatan tersebut dilakukan (peristiwa apa yang terjadi, kapan dan di mana kejadian sesungguhnya, siapa saja yang terlibat, kenapa dan bagaimana peristiwa itu terjadi), dan pernyataan kesanggupan bertanggung jawab dan jaminan bahwa apa yang dikatakan dalam surat adalah benar (sesuai fakta), seperti: “Semua yang Saya katakan adalah benar dan saya siap menerima sanksi atas kejahatan yang telah saya lakukan. Jika di kemudian hari terbukti bahwa apa yang Saya sampaikan dalam surat ini adalah tidak benar, Saya bersedia mempertanggung jawabkan secara hukum.”

Namun berdasarkan deskripsi dan interpretasi teks, dapat diketahui bahwa kedua surat Ferdy Sambo justru tidak menjelaskan tentang peristiwa pembunuhan Brigadir J dan tidak memberikan jaminan apa pun sebagaimana disebutkan di atas.

Melalui suratnya, Ferdy Sambo hanya ingin membangun citra positif mengenai dirinya, peristiwa yang melatar belakangi, juga orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya (anak buahnya yang disebut namanya dalam surat).

ü  Melalui pernyataan “permohonan maaf” pembuat surat secara tidak langsung mengakui telah berbuat kesalahan/kejahatan, yaitu pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Josua.

ü  Melalui pernyataan “penyampaian atau penjelasan informasi yang tidak benar” dan “skenario/rekayasa fakta yang saya buat” pembuat surat mengakui bahwa ia dengan sengaja berbohong.

ü  Melalui pernyataan “tentang kronologi kejadian meninggalnya Brigadir Nofriansyah Josua di TKP Rumah Dinas Duren Tiga” pembuat surat menegaskan bahwa ia berbohong tentang “kronologi pembunuhannya” bukan “motif pembunuhannya”.

ü  “Melalui pernyataan “untuk menjaga kehormatan keluarga saya” pembuat surat menegaskan bahwa motif pembunuhan karena “pelecehan seksual” yang disebutkan sejak awal pemberitaan adalah benar. Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa di balik perbuatan buruknya ada tujuan baik yang mendasari.

Dengan demikian, Ferdy Sambo bermaksud membangun citra positif bahwa dirinya adalah “pembunuh penjahat” atau “pembela kebenaran”.

Seperti yang dijelaskan dalam teori Manipulasi informasi, dalam hal ini pembaca disesatkan oleh keyakinan bahwa pesan-pesan itu bersifat kooperatif, yaitu bahwa persan-pesan itu sifatnya informatif, jujur, relevan, dan jelas. (Mc. Conack, Livene, Morisson & Lepnsky)

Ferdy Sambo menunjukkan sikap baik melalui suratnya seolah dirinya menyesal, meminta maaf, dan siap bertanggung jawab kemudian mengakui perbuatannya, padahal sesungguhnya kedua surat yang ditulisnya merupakan bagian dari strategi kebohongannya.

Merujuk pada Interpersonal Deception Theory, bahwa konsep pembohongan dijelaskan sebagai suatu pesan yang disampaikan oleh pengirim untuk menimbulkan kepercayaan atas kesimpulan palsu bagi si penerima. Setiap orang yang berbohong pasti memiliki tujuan, yaitu sasaran, memelihara tujuan dan menyelamatkan muka (diri sendiri).

Dalam hal ini, Ferdy Sambo adalah seorang pelaku kejahatan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang sejak awal sengaja berbohong untuk menyembunyikan kejahatannya dengan mengubah fakta “penembakan” menjadi “tembak-menembak”. Namun kemudian kebohongannya terbongkar dan ia pun terpaksa mengakui perbuatannya dengan menyebut “menjaga kehormatan keluarga” sebagai motif pembunuhannya.

Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa pembohong harus terus berurusan dengan tugas-tugas yang kompleks dengan mengatur strategi kebohongannya. Jika bohong sudah terlalu banyak, maka akan terjadi kebocoran yang akan berpengaruh pada perilaku non verbal, seperti ekspresi wajah, kontak mata, dan gerakan tubuh.

Untuk menyembunyikan kebocoran tersebut, maka Ferdy Sambo memilih menggunakan surat (sarana komunikasi satu arah yang berupa tulisan) untuk melanjutkan kebohongannya dan menyembunyikan fakta, melalui pemilihan kata dan struktur kalimat yang sengaja dirancang untuk menyampaikan kebenaran versi dirinya.

Namun yang membuat informasi tidak mudah diterima sebagai kebenaran adalah karena komunikator telah terbukti berbohong sebelumnya, sehingga komunikan tidak percaya begitu saja. Dengan demikian, komunikator perlu meyakinkan komunikan bahwa dirinya tidak berbohong lagi. Dengan kata lain, kebohongan melibatkan manipulasi informasi, perilaku, dan citra yang dilakukan dengan sengaja untuk membuat orang lain mempercayai kesimpulan/keyakinan yang palsu.

Melalui kedua suratnya, Ferdy Sambo hanya ingin menunjukkan citra yang positif dan sikap yang baik. Melalui surat permohonan maafnya, ia ingin menunjukkan sikap “menyesal, meminta maaf, dan siap bertanggung jawab”, kemudian dilanjutkan dengan surat pernyataannya yang menggambarkan dirinya sebagai sosok yang “tulus, jujur, bertanggung jawab, dan pembela kebenaran”, disamping terdapat maksud lain yang ditujukan kepada penyidik, yaitu agar tidak memproses hukum anak buahnya, BJP. Hendra Kurniawan dan KBP. Agus Nurpatriya. (lihat interpretasi teks surat pernyataan: afek)

Merujuk pada keseluruhan deskripsi dan interpretasi teks kedua surat, maka surat Ferdy Sambo terindikasi bohong. Hal ini dapat diketahui dari ciri-ciri pesan yang mengandung kebohongan menurut teori di atas, yaitu: pesan tidak mengandung kepastian/tidak jelas, pesan yang disampaikan tidak relevan dengan topik, dalam berperilaku saat berkomunikasi komunikator berupaya untuk menjaga hubungan dan juga citranya.

Dalam hal ini, surat tidak memiliki maksud, tujuan, dan penerima surat yang jelas terkait dengan peristiwa yang melatar belakangi pembuatan surat. Komunikator juga memanipulasi pesan dengan menjauhkan diri dari pesan, menggunakan generalisasi yang tidak jelas sehingga jika pesan-pesan tersebut ditemukan tidak benar maka ia dapat melepaskan diri.

Dapat dilihat dalam suratnya, Ferdy Sambo meminta maaf karena melakukan kejahatan tapi tidak pernah menjelaskan apa kejahatannya, kenapa dan bagaimana. Bahkan dalam surat pernyataannya dia hanya menyatakan meminta maaf tentang “penyampaian atau penjelasan informasi yang tidak benar tentang kronologi meninggalnya Brigadir J di TKP Rumah Dinas Duren Tiga” tetapi tidak pernah menjelaskan bagaimana kronologi benarnya, kapan dan di mana kejadiannya. Kenapa dalam suratnya ia menyebut kronologi meninggalnya yang tidak benar, tetapi pada kenyataannya yang diralat justru lokasi kejadian pelecehan seksualnya, bukan lokasi kejadian pembunuhannya. Sehingga ketika pelecehan seksual yang sebelumnya disebut terjadi di Rumah Dinas Duren Tiga tidak terbukti, ia mengakui bahwa telah berbohong karena kejadian sebenarnya adalah di Magelang.

Ia juga menyebut motif “untuk menjaga kehormatan keluarga” tetapi tidak menjelaskan kehormatan keluarga seperti apa yang dimaksud, kenapa menjaga kehormatan keluarga harus membunuh, dan apa yang sebenarnya terjadi sehingga kehormatan keluarga harus dijaga. Di sini, topik utamanya adalah membunuh untuk menjaga kehormatan keluarga, tetapi dalam surat pernyataannya ia justru mati-matian “menjaga anak buahnya”. Bukannya menjelaskan bagaimana kejadian sesungguhnya di Magelang yang membuktikan bahwa benar “istrinya tidak terlibat, tidak melakukan apa-apa, dan justru menjadi korban” seperti pernyataannya yang terakhir saat di Kejagung, melainkan justru menjelaskan bahwa BJP. Hendra Kurniawan dan KBP. Agus Nurpatriya tidak terlibat pengrusakan DVR CCTV di Pos Satpam.

Bahkan dalam pernyataanya langsung saat berada di Kejagung,

“Semua yang saya lakukan adalah karena kecintaan saya pada istri saya. Saya tidak tahu bagaimana membahasakan perasaan, emosi, dan amarah yang memuncak setelah mendengar informasi tentang perbuatan yang dialami istri saya. Kabar yang menyesakkan hati saya sebagai seorang suami. Namun saya menyesal sangat emosional saat itu. Saya akan mempertanggungjawabkan secara hukum. Istri saya tidak terlibat dan tidak melakukan apa-apa.”

Ferdy Sambo tidak menjelaskan apa pun tentang perbuatan apa yang dialami istrinya, kabar menyesakkan apa yang dimaksud, siapa yang memberikan informasi/kabar tersebut, dan apa yang membuktikan bahwa istrinya tidak terlibat.

Dalam seluruh pernyataan Ferdy Sambo, baik secara langsung maupun melalui surat, terdapat ketidak jelasan informasi, hubungan pernyataan satu sama lain yang tidak relevan, dan banyak ditemukan cacat logika. (lihat interpretasi teks surat pernyataan: afek)

Dapat dilihat bagaimana ketidak jelasan hubungan antara berbagai pernyataan berikut:

ü  Dalam pernyataan terakhirnya disebutkan, yang emosi, marah memuncak dan sesak hati adalah suami (Ferdy Sambo), sebabnya adalah  perbuatan yang dialami istri.

ü  Dalam surat pernyataannya disebutkan, yang dijaga adalah kehormatan keluarga, bukan kehormatan istri.

ü  Dalam pengakuan saksi/pelaku, yang (diperintah) membunuh (menembak pertama kali) adalah ajudannya (Bharada E), suami hanya ikut menembak kemudian merancang skenario tembak menembak. Padahal dari banyak kasus pembunuhan yang dilatar belakangi oleh kejahatan korban, pelaku cenderung membunuh korban dengan tangannya sendiri dan langsung mengakui perbuatannya setelahnya.

ü  Citra positif yang dibangun dalam surat, suami adalah pembela kebenaran, namun fakta yang ditemukan dalam surat pernyataannya: “untuk menjaga kehormatan keluarga” adalah motif kebohongan pelaku, bukan motif pembunuhan korban. (lihat interpretasi teks surat pernyataan: afek)

Seperti sudah disebutkan di atas, bahwa surat yang ditulis oleh Ferdy Sambo terindikasi “bohong”. Yang disampaikan oleh Ferdy Sambo dalam suratnya adalah informasi palsu yang dibangun melalui pemilihan kata dan struktur kalimat dengan menerapkan tiga strategi berikut:

ü  Menjelaskan dengan menyembunyikan banyak hal (fakta).

ü  Mengakui dengan menutupi kebenaran.

ü  Berbohong dengan mengatakan kejujuran.

Dalam hal ini, permohonan maaf yang disampaikan oleh Ferdy Sambo, terutama kepada orang tua korban, hanya merupakan bentuk etika untuk memenuhi standar norma kesopanan yang berlaku di masyarakat tentang kebiasaaan yang dilakukan oleh semua orang ketika melakukan kesalahan. Tidak ada ketulusan dalam permohonan maafnya karena permohonan maaf yang tulus selalu diikuti dengan penyesalan berupa perbaikan perilaku dan kejujuran.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sejak awal pelaku (Ferdy Sambo) sengaja berbohong dengan menyusun skenario/rekayasa fakta tentang pembunuhan Brigadir J untuk menjaga nama baik keluarga (sebagai pejabat Polri yang dipercaya masyarakat), sementara motif pembunuhan yang sesungguhnya adalah yang tidak pernah diungkapkan kepada penerima surat/pembaca/publik.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kronologi Lengkap Kasus Pembunuhan Brigadir J Selama 3 Bulan : 11 Juli - 5 Oktober 2022

  11 Juli 2022 POLISI TEMBAK POLISI Brigadir J diberitakan tewas setelah insiden baku tembak di Rumah Dinas Irjen Ferdy Sambo (FS), Komp...